Kamis, 26 Juli 2012

Artikel Pembelajaran


PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR IPS MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL NUMBERED HEAD TOGETHER

Oleh :
WP. HADI WASIS



1.      Latar Belakang Masalah
Guru memiliki peranan yang sangat penting dalam menentukan kualitas dari kuantitas pengajaran yang dilaksanakan. Oleh sebab itu, guru harus memikirkan dan membuat perencanaan secara seksama dalam meningkatkan kesempatan belajar bagi siswanya dan memperbaiki kualitas mengajarnya.
Hal ini menuntut perubahan-perubahan dalam mengorganisasikan kelas, penggunaan metode mengajar, strategi belajar mengajar, maupun sikap dan karakteristik guru dalam mengelola proses nelajar mengajar. Guru berperan sebagai pengelola proses belajar mengajar, bertindak sebagai fasilitator yang berusaha menciptakan kondisi belajar mengajar yang efektif, sehingga memungkinkan proses belajar mengajar mengembangkan bahan pelajaran dengan baik, dan meningkatkan kemampuan siswa untuk menyimak pelajaran dan menguasai tujuan-tujuan pendidikan yang harus mereka capai. Untuk memenuhi hal tersebut di atas, guru dituntut mampu mengelola proses belajar mengajar yang memberikan rangsangan kepada siswa, sehingga ia mau belajar karena siswalah subjek utama dalam belajar.


Kegiatan belajar bersama dapat membantu memacu belajar aktif. Kegiatan belajar mengajar di kelas memang dapat menstimulasi belajar aktif. Namun kemampuan untuk mengajar melalui kegiatan kerjasama kelompok kecil akan memungkinkan untuk menggalakkan kegiatan belajar aktif dengan cara khusus. Apa yang didiskusikan siswa dengan teman-temannya dan apa yang diajarkan siswa kepada teman-temannya memungkinkan mereka untuk memperoleh pemahaman dan penguasaan materi pelajaran.
Pembelajaran IPS tidak lagi mengutamakan pada penyerapan melalui pencapaian informasi, tetapi lebih mengutamakan pada pengembangan kemampuan dan pemprosesan informasi. Untuk itu aktifitas peserta didik perlu ditingkatkan melalui latihan-latihan atau tugas dengan bekerja dalam kelompok kecil dan menjelaskan ide-ide kepada orang lain. (Hartoyo, 2002:24)
Metode pembelajaran koorperatif model Numbered Head Together adalah suatu pengajaran yang melibatkan siswa untuk bekerja dalam kelompok-kelompok untuk menetapkan tujuan bersama. Motivasi belajar adalah suatu proses untuk menggiatkan motif-motif menjadi perbuatan atau tingkah laku untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan, atau keadaan dan kesiapan dalam diri dindividu yang mendorong tingkah lakunya untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu. Prestasi belajar adalah hasil belajar yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau dalam bentuk skor, setelah siswa mengikuti pelajaran.

2.      Landasan Hasil Belajar
Di dalam istilah hasil belajar, terdapat dua unsure di dalamnya, yaitu unsure hasil dan unsure belajar. Hasil merupakan suatu hasil yang telah dicapai pembelajar dalam kegiatan belajarnya (dari yang telah dilakukan, dikerjakan, dan sebagainya), sebagaimana dijelaskan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, (1995:787). Dari pengertian ini, maka hasil belajar adalah penguasaan pengetahuan atau ketrampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lajimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru.
Belajar itu sebagai suatu proses perubahan tingkah laku, atau menaknai sesuatu yang diperoleh. Akan tetapi apabila kita berbicara tentang hasil belajar, maka hal itu merupakan hasil yang telah dicapai oleh si pembelajar.
Istilah hasil belajar mempunyai hubungan yang erat kaitannya dengan prestasi belajar. Sesungguhnya sangat sulit untuk membedakan pengertian prestasi belajar dengan hasil belajar. Ada yang berpendapat bahwa pengertian hasil belajar dianggap sama dengan pengertian prestasi belajar. Akan tetapi lebih dahulu sebaiknya kita simak pendapat yang mengatakan bahwa hasil belajar berbeda secara prinsipil dengan prestasi belajar. Hasil belajar menunjukkan kualitas jangka waktu yang lebih panjang, misalnya satu cawu, satu semester, dan sebagainya. Sedangkan prestasi belajar menunjukkan kualitas yang lebih pendek, misalnya satu pokok bahasan, satu kali ulangan harian dan sebagainya.
Nawawi (1981:100) mmengemukakan pengertian hasil adalah sebagai berikut : keberhasilan murid dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau skor dari hasil tes mengenai sejumlah pelajaran tertentu.
Pendapat lain dikemukakan oleh Sandly (1977:904), yang memberikan penjelasan tentang hasil belajar sebagai berikut, “Hasil yang dicapai oleh tenaga atau daya kerja seseorang dalam waktu tertentu”, sedangkan Marimba (1978:143) mengatakan bahwa “Hasil adalah kemampuan seseorang atau kelompok yang secara langsung dapat diukur”.
Menurut Nawawi (1981:127), berdasarkan tujuannya, hasil belajar dibagi menjadi tiga macam, yaitu :
a.       Hasil belajar yang berupa kemampuan ketrampilan atau kecakapan di dalam melakukan atau mengerjakan suatu tugas, termasuk di dalamnya ketrampilan menggunakan alat.
b.      Hasil belajar yang berupa kemampuanasilHas penguasaan ilmu pengetahuan tentang apa yang dikerjakan.
c.       Hasil belajar yang berupa perubahan sikap dan tingkah laku.



3.      Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Sejak awal dikebangkannya ilmu pengetahuan tentang perilaku manusia, banyak dibahas mengenai bagaimana mencapai hasil belajar yang efektif. Para pakar dibidang pendidikan dan spikologi mencoba mengidentifikasikan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap hasil belajar, para pelaksana maupun pelaku kegiatan belajar dapat memberi intervensi positif untuik meningkatkan hasil belajar yang akan diperoleh.
Secara implisit, ada dua faktor yang mempengaruhi hasil belajar anak, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
a.       Faktor Internal
Faktor internal meliputi faktor fisiologis, yaitu kondisi jasmani dan keadaan fungsi-fungsi fisiologis. Faktor fisiologis sangat menunjang atau melatar belakangi aktivitas belajar. Keadaan jasmani yang sehat akan lain pengaruhnya disbanding jasmani yang keadaannya kurang sehat. Untuk menjaga agar keadaan jasmani tetap sehat, nutrisi harus cukup. Hal ini disebabkan kekurangan kadar makanan akan mengakibatkan keadaan jasmani lemah yang mengakibatkan lekas mengantuk dan lelah.
b.      Faktor Eksternal
Faktor-faktor eksternal, yaitu dari luar diri anak yang ikut mempengaruhi belajar anak, yang antara lain berasal dari orang tua, sekolah dan masyarakat.
1.      Faktor yang berasal dari orang tua
Faktor yang berasal dari orang tua ini utamanya adalah sebagai cara mendidik orang terhadap anaknya.dalam hal ini dapat dikaitkan suatu teori, apakah orang tua mendidik secara demokratis, pseudo demokratis, otoriter, atau cara laisses faire. Cara atau tipe mendidik yang demikian masing-masing mempunyai kebaikannya dan ada pula kekurangannya.


2.      Faktor yang berasal dari sekolah
Faktor yang berasal dari sekolah, dapat berasal dari guru, mata pelajaran yang di tempuh, dan metode yang diterapkan. Faktor guru banyak menjadi penyebab kegagalan belajar anak, yaitu yang menyangkut kepribadian guru, kemampuan mengajarnya. Terhadap mata pelajaran, karena kebanyakan anak memusatkan perhatiannya kepada yang diminati saja, sehingga mengakibatkan nilai yang diperolehnya tidak sesuai dengan yang diharapkan. Ketrampilan, kemampuan, dan kemauan belajar anak tidak dapat dilepaskan dari pengaruh atau campur tangan orang lain. Oleh karena itu menjadi tugas guru untuk membimbing anak dalam belajar.
3.      Faktor yang berasal dari masyarakat
Anak tidak lepas dari kehidupan masyarakat. Afktor mesyarakat bahkan sangat kuat pengaruhnya terhadap pendidikan anak. Pengaruh masyarakat bahkan sulit dikendalikan. M endukung atau tidak mendukung perkembangan anak, masyarakat juga ikut mempengaruhi.
Selain beberapa faktor internal dan eksternal di atas, faktor yang mempengaruhi hasil belajar dapat disebutkan sebagai berikut :
a.       Minat
Seorang yang tidak berminat mempelajari sesuatu tidak akan berhasil dengan baik, tetapi kalau seseorang memiliki minat terhadap objek masalah maka dapat diharapkan hasil baik. Masalahnya adalah bagaimana seorang pendidik selektif dalam menentukan atau memilih masalah atau materi pelajaran yang menarik siswa. Berikutnya mengemas materi yang dipilih dengan metode yang menarik. Karena itu pendidik atau pengajar perlu mengenali karakteristik siswa, misalnya latar belakang social ekonomi, keyakinan, kemampuan dan lain-lain.
b.      Kecerdasan
Kecerdasan memegang peranan penting dalam menetukan berhasil tidaknya seseorang. Orang pada umumnya lebih mampu belajar dari pada orang yang kurang cerdas. Berbagai penelitian menunjukkan hubungan yang erat antara tingkat kecerdadan dan hasil belajar di sekolah (Sumadi, 1989:11).
c.       Bakat
Bakat merupakan kemampuan bawaan sebagai potensi yang perlu dilatih dan dikembangkan agar dapat terwujud (Utami, 1992:17). Bakat memerlukan latihan dan pendidikan agar suatu tindakan dapat dilakukan pada masa yang akan datang. Selain kecerdasan bakat merupakan faktor yang menentukan berhasil tidaknya seseorang dalam belajar (Sumadi, 1989:12). Belajar pada bidang yang sesuai dengan bakatnya akan memperbesar kemungkinan seseorang untuk berhasil.
d.      Motivasi
Matovasi merupakan dorongan yang ada pada diri anak untuk melakukan sesuatu tindakan. Besar kecilnya motivasi banyak dipengaruhi oleh kebutuhan individu yang ingin dipenuhi (Suharsimi, 1993:88). Ada dua macam motivasi yaitu motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi instrisik adalah motivasi motivasi yang ditimbulkan dari dalam diri orang yang bersangkutan. Sedangkan, motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang timbul oleh rangsangan dari luar atau motivasi yang disebabkan oleh faktor-faktor dari luar situasi belajar, misalnya angka, ijazah, tingkatan, hadiah, persaingan, pertentangan, sindiran, cemoohan dan hukuman. Motivasi ini tetap diperlukan di sekolah karena tidak semua pelajaran sesaui dengan minat dan kebutuhan siswa.

4.      Pengajaran Kooperatif
Pengajaran kooperatif (Cooperatif Learning) memerlukan pendekatan pengajaran melalui pengunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar dalam mencapai tujuan belajar (Houlobec, 2001).
1.      Pengertian Pembelajaran Koopertif
Manusia memiliki derajat potensi, latar belakang histories, serta harapan masa depan yang berbeda-beda. Karena adanya perbedaan, manusia dapat silih asah (saling mencerdaskan). Pembelajaran kooperitif secara sadar menciptakan interaksi yang silih asah sehingga sumber belajar bagi siswa bukan hanya guru dan buku ajar tetapi juga sesame siswa.
Manusia adalah makluk individual, berbeda satu dengan sama lain. Karena sifatnya yang individual maka manusia yang satu membutuhkan manusia lainnya sehingga sebagai konsekuensi logisnya manusia harus menjadi makluk social, makluk yang berinteraksi dengan sesamanya. Karena satu sama lain saling membutuhkan maka harus ada interaksi yang silih asah (saling menyayangi atau saling mencintai). Pembelajaran kooperitif merupakan pembelajaran yang secara sadar dan sengaja menciptakan interaksi yang saling mengasihi antar sesamasiswa.
Perbedaan antar manusia yang tidak terkelola secara baik dapat menimbulkan ketersinggungan dan kesalahpahaman antar sesamanya. Agar manusia terhindar dari ketersinggungan dan kesalahpahaman maka diperlukan interaksi yang silih asah (saling tenggang rasa). Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sengaja menciptakan interaksi yang silih asuh untuk menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat menimbulkan permusuhan. Dengan ringkas Abdurrahman dan Bintoro (2000:78) mengatakan bahwa “pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sistematus mengembangkan interaksi yang silih asah, silih asih, dan silih asuh antar sesame siswa sebagai latihan hidup di dalam masyarakat nyata”.
2.      Unsur Dasar Pembelajaran Koopertif
Pembelajaran kooperatif adalah suatu system yang di dalamnya terdapat elemen-lemen yang saling terkait. Adapun berbagai elemen dalam pembelajaran kooperatif adalah adanya, (1) saling ketergantungan potisif, (2) interaksi tatap muka, (3) akuntabilitas individual, dan (4) ketrampilan untuk menjalin hubungan antar pribadi atau ketrampilan social yang secara sengaja diajarkan” (Abdurrahman & Bintoro, 2000:78-79).
a.       Saling ketergantungan positif
Dalam pembelajaran kooperatif, guru menciptakan suasana yang mendorong agar siswa merasa saling membutuhkan. Hubungan yang saling membutuhkan inilah yang dimaksud dengan saling memberikan motivasi untuk meraih hasil belajar yang optimal. Saling ketergantungan tersebut dapat dicapai melalui, (a) saling ketergantungan pencapaian tujuan, (b) saling ketergantungan dalam menyelesaikan tugas, (c) saling tergantungan bahan atau sumber, (d) saling ketergantungan peran, dan (e) saling betergantungan hadiah.
b.      Interaksi tatap muka
Interaksi tatap muka menuntut para siswa dalam kelompok dapat saling bertatap muka sehingga mereka dapat melakukan dialog, tidak hanya dengan guru, tetapi juga dengan sesame siswa. Interaksi semacam itu memungkinkan para siswa dapat saling menjadi sumber belajar sehingga sumber belajar lebih bervariasi. Interaksi semacam itu sangat penting karena ada siswa yang merasa lebih mudah belajar dari sesamanya.
c.       Akuntabilitas individual
Pembelajaran kooperatif menampilkan wujudnya dalam belajar kelompok. Meskipun demikian, penilaian ditujukan untuk mengetahuipenguasaan siswa terhadap materi pelajaran secara individual. Hasil penilaian secara individual tersebut selanjutnya disampaikan oleh guru kepada kelompok agar semua anggota kelompok mengetahui siapa anggotanya yang memerlukan bantuan dan siapa anggota kelompoknya yang dapat memberikan bantuan. Nilai kelompok didasarkan atas rata-rata hasil belajar semua anggotanya, dank arena itu tiap anggota kelompok harus memberikan urunan demi kemajuan kelompok. Penilaian kelompok secara indivdiaul inilah yang dimaksudkan dengan akuntabuilitas individual.
d.      Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi
Dalam pembelajaran kooperatif keterampilan social seprti tenggang rasa, sikap sopan terhadap teman, mengkritik ide dan bukan mengkritik teman, berani mempertahankan pikiran logis, tidak mendominasi orang lain, mandiri, dan berbagai sifat lain yang bermanfaat dalam menjalin hubungan antar pribadi (interpersonal relationship) tidak hanya diasumsikan tetapi secara sengaja diajarkan. Siswa yang tidak dapat menjalin hubungan antar pribadi tidak hanya memperoleh teguran dari guru tetapi juga dari sesame siswa.
3.      Peranan Guru dalam Pembelajaran Koopertif
Pembelajaran kooperatif menuntut guru untuk berperan relative berbeda dari pembelajaran tradisional. Berbagai peran guru dalam pembelajaran kooperatif tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut ini.
a.       Merumuskan tujuan pembelajaran. Ada dua tujuan pembelajaran yang perlu diperhatikan oleh guru, tujuan akademik (academic abjectives) dan tujuan keterampilan bekerja sama (collaborative skill objectives). Tujuan akademik dirumuskan sesuai dengan taraf perkembangan siswa dan analisis tugas atau analisis konsep. Tujuan keterampilan bekerja sama meliputi keterampilan memimipin, berkomunokasi, mempercayai orang lain dan mengelola konflik.
b.      Menentukan jumlah anggota dalam kelompok belajar. Jumlah anggota dalam tiap kelompok belajar tidak boleh terlalu besar, biasanya 2 hingga 6 siswa. Ada 3 faktor yang menentukan jumlah anggota tiap kelompok belajar. Ketiga faktor tersebut adalah (1) taraf kemampuan siswa, (2) ketersediaan bahan, dan (3) ketersediaan waktu. Jumlah anggota kelompok belajar hendaknya kecil agar tiap siswa aktif menjalin kerjasama menyelesaikan tugas. Ada empat pertanyaan yang hendaknya dijawab oleh guru saat akan menempatkan siswa dalam kelompok. Keempat pertanyaan tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut :
1.      Pengelompokkan siswa secara homogen atau heterogen ?
Pengelompokkan siswa hendaknya heterogen. Keheterogenan kelompok mencakup jenis kelamin, ras, agama (kalau mungkin), tingkat kemampuan (tinggi, sedang, rendah), dan sebagainya.
2.      bagaimana menempatkan siswa dalam kelompok ?
ada dua jenis kelompok belejar kooperatif, yaitu (1) yang berorientasi bukan pada tugas (non-task-orientied), dan (2) yang berorientasi pada tugas (task-orientied). Kelompok belajar kooperatif yang berorientasi bukan pada tugas menuntut adanya pembagian tugas untuk tiap anggota kelompok.
Kebebasan memilih teman sering menyebabkan kelompok belajar menjadi homogen sehingga tujuan belajar kooperatif tidak tercapai. Anggota tiap kelompok belajar hendaknya ditentukan secara acak oleh guru.
c.       Menentukan tempat duduk siswa.
Tempat duduk siswa hendaknya disusun agar tiap kelompok dapat saling bertatap muka tetapi cukup terpisah antara kelompok yang satu dengan kelompok lainnya. Susunan tempat duduk dapat dalam bentuk lingkatan atau berhadap-hadapan.
d.      Merancang bahan untuk meningkatkan saling ketergantungan positif. Cara menyusun bahan ajar dan penggunaannya dalam suatu kegiatan pembelajaran yang dapat menentukan tidak hanya efektivitas pencapaian tujuan belajar siswa. Bahan ajar hendaknya dibagikan kepada semua siswa agar merwka dapat berpartisipasi dalam pencapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Jika kelompok belajar telah memiliki cukup pengalaman, guru tidak perlu membagikan bahan ajar dengan berbagai petunjuk khusus. Jika kelompok belajar belum banyak pengalaman atau masih baru, guru perlu memberi tahun para siswa bahwa mereka harus bekerja sama, bukan bekerja sendiri-sendiri. Ada 3 macam cara untuk meningkatkan saling ketergantungan positif. Ketiga macam cara tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut :
1.      Saling ketergantungan bahan. Tiap kelompok hanya diberi satu bahan ajar dan kelompok harus bekerja sama untuk mempelajarinya.
2.      saling ketergantungan informasi. Tiap anggota kelompok diberi bahan ajar yang berbeda untuk selanjutnya disatukan untuk disintesiskan. Bahan ajar juga dapat disajikan dalam bentuk “Jigsaw Puzzle” sehingga dengan demikian tiap siswa memiliki bagian dari bahan yang diperlukan untuk melengkapi atau menyelesaikan tugas.
3.      saling ketergantungan menghadapi lawan dari luar. Bahan ajar disusun dalam suatu bentuk pertandingan antar kelompok yang memiliki kekuatan keseimbangan sebagai dasar untuk meningkatkan saling ketergantungan positif anatar anggota kelompok. Keseimbangan kekuatan antar kelompok perlu diperhatikan karena pertandingan antara kelompok yang memiliki kekuatan seimbang atau memiliki peluang untuk kalah atau menang yang sama dapat meningkatkan motivasi belajar.
e.       Menentukan peran siswa untuk menunjang saling ketergantungan positif. Saling ketergantungan positif dapat diciptakan melalui pembagian tugas kepada tiap anggota kelompok dan mereka bekerja untuk saling melengkapi. Dalam mata pelajaran IPA misalnya, seorang anggota kelompok diberi tugas sebagai peneliti, yang lainnya sebagai penyimpul, yang lainnya sebagai penulis, yang lainnya lagi sebagai pemberi semangat, dan ada pula yang menjadi pengawas terjalinnya kerja sama. Penugasan untuk memerankan suatu fungsi semacam itu merupakan metode yang efektif untuk melatih keterampilan menjalin kerja sama.
f.        Menjelaskan tugas akademik. Ada beberapa aspek yang perlu disadari oleh para guru dalam menjelaskan tugas akademik kepada para siswa.
Beberapa aspek tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut :
1.      Menysun tugas sehingga siswa menjadi jelas mengenai tugas tersebut. Kejelasan tugas sangat penting bagi para siswa karena dapat menghindarkan mereka dari frustasi atau kebingungan. Dalam pembelajaran kooperatif siswa yang tidak dapat memahami tugasnya dapat ertanya kepada kelompoknya sebelum bertanya kepada guru.
2.      Menjelaskan tujuan belajar dan mengaitkannya dengan pengalaman siswa di masa lampau.
3.      Menjelaskan berbagai konsep atau pengertian atau istilah, prosedur yang harus diikuti atau pengertian contoh kepada para siswa.
4.      Mengajukan berbagai pertanyaan khusus untuk mengetahui pemahaman para siswa mengenai tugas mereka.
g.       Menjelaskan kepada siswa mengenai tujuan dan keharusan bekerja sama.
Menjelaskan tujuan dan keharusan bekerja sama kepada para siswa dilakukan dengan contoh sebagai berikut :
1.      Meminta kepada kelompok untuk menghasilkan suatu karya atau produk tertentu. Jika karya kelompok berupa laporan, tiap anggota kelompok harus menandatangani laporan tersebut sebagai tanda bahwa ia setuju dengan isi laporan kelompok dan dapat menjelaskan alasan isi laporan tersebut.
2.      Menyediakan hadiah bagi kelompok. Pemberian hadiah merupakan salah satu cara untuk emndorong kelompok menjalin kerja sama sehingga terjalin pula rasa kebersamaan antar anggota kkelompok. Semua anggota kelompok harus saling membantu agar masing-masing memperoleh skor hasil belajar yang optimal karena keberhasilan kelompok ditentukan oleh keberhasilan tiap anggota.
h.       Menysuun akuntabilitas individual. Suatu kelompok belajar tidak dapat diaktakan benar-benar kooperatif jika memperbolehkan adanya anggota kelompok yang mengerjakan seluruh pekerjaan. Suatu kelompok belajar juga tidak dpat dikatakan benar-benar kooperatif jika memperbolehkan adanya anggota yang tidak melakukan apapun demi kelompok. Untuk menjamin agar seluruh anggota kelompok benar-benar menjalin kerja sama dan agara seluruh anggota kelompok benar-benar menjalin kerja sama dan agar kelompok mengetahui adanya anggota kelompok yang memerlukan bantuan atau dorongan, guru harus sering melakukan pengukuran untuk mengethaui taraf penguasaan tiap siswa terhadap materi pelajaran yang sedang dipelajari.
i.         Menysuun kerja sama antar kelompokj. Hasil positif yang ditemukan dalam suatu kelompok belajar kooperatif dapat diperluas ke seluruh kelas dengan menciptakan kerja sama antar kelompok. Nilai tambahan dapat diberikan jika seluruh siswa di dalam kelas meraih standar mutu yang tinggi. Jika suatu kelompok telah menyelesaikan pekerjaannya dengan baik, para anggotanya dapat diminta untuk membantu kelompok-kelompok lain yang belum selesai. Upaya semacam ini memungkinkan terciptanya suasana kehidupan kelas yang sehat, yang memungkinkan semua potensi siswa berkembang optimal dan terintegrasi.
j.        Menjelaskan criteria keberhasilan. Penilaian dalam pembelajaran kooperatif bertolak dari penilaian acuan patokan (criterion refernced). Pada awal kegiatan belajar guru hendaknya menerangkan secara jelas kepada siswa mengenai bagaimana pekerjaan mereka akan nilai.
k.      Menjelaskan perilaku siswa yang diharapkan. Perkataan kerja sama atau gotong royong sering memiliki konotasi dan penggunaan yang bermacam-macam. Oleh karena itu, guru perlu mendifinisikan perkataan kerja sama tersebut secara operasional dalam bentuk berbagai perilaku tersebut antara lain dapat dikemukakan dengan kata-kata seperti “tetaplah berada dalam kelompokmu”, berbicaralah pelan-pelan”, berbicaralah menurut giliran,” dan sebagainya. Jika kelompok mulai berfungsi secara efektif, perilaku yang diharapkan dapat mencakup hal-hal sebagai berikut :
1.      Tiap anggota kelompok menjelaskan bagaimana memperoleh jawaban.
2.      Meminta kepada tiap anggota kelompok untuk mengaitkan pelajaran baru dengan yang telah dipelajari sebelumnya.
3.      Memeriksa untuk meyakinkan bahawa semua anggota kelompok memahami bahan yang dipelajari dan menyetujui jawaban-jawabannya.
4.      Mendorong semua anggota kelompok agar berpatisipasi dalam menyelesaikan tugas.Memperhatikan dengan sungguh-sungguh mengenai apa yang dikatakan oleh kelompok lain.
5.      Jangan mengubah pikiran karena berbeda dari pikiran anggota lain tanpa penjelasan yang logis.Memberikan kritik kepada ide, bukan kepada pribadi.
l.         Memantau perilaku siswa. Setelah semua kelompok mulai bekerja, guru harus menggunakan sebagian besar waktunya untuk memantau kegiatan siswa. Tujuan pemantauan, guru harus menjelaskan pelajaran, mengulang prosedur atau strategi untuk menyelesaikan tugas, menjawab pertanyaan, dan mengajarkan keterampilan menyelesaikan tugas kalau perlu.
m.     Memberikan bantuan kepada siswa dalam menyelesaian tugas. Pada saat melakukan pemantauan, guru harus menjelaskan pelajaran, menguolang prosedur atau strategi untuk menyelesaikan tugas, menjawab pertanyaan, dan mengajarkan keterampilan menyelesaikan tugas kalau perlu.
n.       Melakukan intervensi untuk mengajarkan keterampilan bekerja sama. Pada saat memantau kelompok-kelompok yang sedang belajar, guru kadang-kadang menemukan siswa yang tidak memiliki keterampilan untuk menjalin kerja sama yang cukup dan adanya kelompok yang memiliki masalah dalam menjalin kerja sama. Dalam kondisi semacam itu, guru perlu memberikan masehat agar siswa dapat bekerja efektif.
o.      Menutup pelajaran. Pada saat pelajaran berakhir, guru perlu meringkas pokok-pokok pelajaran, meminta kepada siswa untuk mengemukakan ide atau contoh, dan jawaban pertanyaan dan hasil belajar mereka.
p.      Menilai kualitas pekerjaan atau hasil belajar siswa. Guru menilia kualitas pekerjaan atau hasil belajar para siswa berdasarkan penuilaian acuan patokan. Para anggota kelompok hendaknya juga diminta untuk memberikan umpan balik mengenai kualitas pekerjaan dan hasil belajar mereka.
q.      Menilai kualitas kerja sama antar anggota kelompok. Meskipun waktu belajar di kelas terbatas, diperlukan waktu untuk berdiskusi dengan para siswa untuk membahas kualitas kerja sama antar anggota kelompok pada hari itu. Pembicaraan dengan para siswa dilakukan untuk mengetahui apa yang telah dilakukan dengan baik dan apa yang masih perlu ditingkatkan pada hari berikutnya.


5.      Model Numbered Head Together
Model ini dikembangkan oleh Spencer Kagan (1993) dengan melibatkan para siswa dalam mereview bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek atau memeriksa pemahaman mereka mengenai isi pelajaran tersebut. Sebagai pengganti pertanyaan langsung kepada seluruh kelas, guru menggunakan strktur 4 langkah, yaitu sebagai berikut :
1.      Langkah 1 – Penomoran (Numbering) : Guru membagi para siswa menjadi beberapa kelompok atau tim yang beranggotakan 3 hingga 5 orang dan memberi mereka nomor sehingga tiap siswa dalam tim tersebut memiliki nomor yang berbeda.
2.      langkah 2 – Pengajuan Pertanyaan (Questoining) : Guru mengajukan suatu pertanyaan kepada para siswa. Pertanyaan dapat bervariasi, dari yang berfisat spesifik hingga yang bersifat umum. Contoh pertanyaan yang bersifat spesifik adalah “Dimana letak kerajaan Tarumanegara?”, sedangkan contoh pertanyaan yang bersifat umum adalah “Mengapa Dponegoro memberontak kepada pemerintah Belanda?”.
3.      langkah 3 – Berpikir Bersama (Head Together) : Para siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan menyakinkan bahwa tiap orang mengetahui jawaban tersebut.
4.      langkah 4 – Pemberian Jawaban (Answering) : Guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban untuk seluruh kelas.

6.      Analisis Data Penelitian Persiklus
1.      Siklus I (Lampiran 1)
A.     Tahap perencanaan
Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran I, soal tes formatif I, dan alat-alat pengajaran yang mendukung.
B.     Tahap kegiatan dan pelaksanaan
Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran yang telah dipersiapkan. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar.
Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif I dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan.
Distribusi Aktivitas Minat Belajar Siswa
Dalam Kegiatan Siklus I
Responden
frekwensi
Aktivitas
Keterangan
Aktif
Kurang Aktif
Siswa
30
20
10
Peneliti melakukan evaluasi I

Dari data tersebut menunjukkan bahwa keaktifan siswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar masih terpengaruh oleh strategi tradisional (ceramah) dalam artian komunikasi satu arah yang disampaikan oleh guru pada kegiatan belajar mengajar sebelumnya. Dari 30 responden, ada 20 siswa yang mendapatkan hasil evaluasi aktif, dengan persentase keaktifan 66,67% dan 10 siswa mendapat frekuensi belajar kurang aktif dengan persentase 33,33%. Dari hasil persentase tersebut menunjukkan bahwa aktivitas siswa dalam kegiatan belajar mengajar mulai menunjukkan aktivitas yang berarti.






Distribusi Hasil belajar Siswa
Dalam Kegiatan Siklus I
No
Interval Nilai
Frek
%
Kategori Prestasi Belajar
Keterangan
1
80 – 100
1
3,33%
Baik
-   Nilai rata-rata 1815 / 30 = 60,5
-   10 siswa Tuntas
-   20 siswa Tidak tuntas
2
60 – 79
9
30%
Sedang
3
59 ke bawah
20
66,67%
Kurang

Hasil belajar siswa yang memperoleh hasil evaluasi belajar baik ada 1 siswa dengan persentase 3,33%, yang tergolong sedang ada 9 siswa dengan persentase 30%, sedangkan hasil belajar tergolong kurang 20 siswa dengan persentase 66,67%. Distribusi rata-rata prestasi hasil belajar pada siklus I adalah 60,5.
C.     Refleksi
Dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar diperoleh informasi dari hasil pengamatan sebagai berikut :
1.      Siswa masih mengalami kebingungan dalam mempelajari materi yang disampaikan oleh guru.
2.      Siswa takut menyampaikan pendapat.
3.      Kegiatan diskusi kurang berjalan, masih didominasi oleh siswa yang pandai.
D.     Refisi
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar pada siklus I masih terdapat kekurangan, sehingga perlu adanya refisi untuk dilakukan pada siklus berikutnya.
1.      Penyampaian tujuan pembelajaran dan cara mempelajari materi yang akan dipelajari.
2.      Memotivasi kembali siswa agar berani menyampaikan pendapatnya.
3.      Membimbing siswa yang kurang mampu untuk dapat berperan aktif dalam berdiskusi.
Selanjutnya untuk membuktikan keefektifan pendekatan pembelajaran Kooperatif Number Head Together (NHT) dalam kegiatan belajar mengajar dalam upaya peningkatan prestasi belajar siswa, akan dijabarkan lebih lanjut pada kegiatan siklus II.
Adapun paparan penjabaran hasil dari kegiatan pada siklus II ini adalah sebagai berikut :
2.      Siklus II (Lampiran 2)
A.     Tahap perencanaan
Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran II, soal tes formatif II, dan alat-alat pengajaran yang mendukung.
B.     Tahap kegiatan dan pelaksanaan
Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran dengan memperhatikan revisi siklus I, sehingga kesalahan atau kekurangan pada siklus I tidak terulang lagi pada siklus II. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar.
Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif II dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Adapun data hasil penelitian pada siklus II adalah sebagai berikut :
Distribusi Aktivitas Minat Belajar Siswa
Dalam Kegiatan Siklus II
Responden
frekwensi
Aktivitas
Keterangan
Aktif
Kurang Aktif
Siswa
30
25
5
Peneliti melakukan evaluasi II

Dari data tersebut menunjukkan bahwa keaktifan siswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar sudah tidak terpengaruh oleh strategi tradisional (ceramah) dalam artian siswa sudah dapat belajar berdiskusi dengan sesame teman satu kelompok. Dari 30 responden, ada 25 siswa yang mendapatkan hasil evaluasi aktif, dengan persentase keaktifan 83,33% dan 5 siswa mendapat frekuensi belajar kurang aktif dengan persentase 16,67%. Dari hasil persentase tersebut menunjukkan bahwa aktivitas siswa dalam kegiatan belajar mengajar mulai menunjukkan aktivitas yang berarti.
Distribusi Hasil belajar Siswa
Dalam Kegiatan Siklus II
No
Interval Nilai
Frek
%
Kategori Prestasi Belajar
Keterangan
1
80 – 100
5
16,67%
Baik
- Nilai rata-rata  2115 / 30 = 70,5
- 21 siswa tuntas
- 9 siswa Tidak tuntas
2
60 – 79
16
53,33%
Sedang
3
59 ke bawah
9
30%
Kurang

Hasil belajar siswa yang memperoleh hasil evaluasi belajar baik ada 5 siswa dengan persentase 16,67%, yang tergolong sedang ada 16 siswa dengan persentase 53,33%, sedangkan hasil belajar tergolong kurang 9 siswa dengan persentase 30%. Distribusi rata-rata prestasi hasil belajar pada siklus II adalah 70,5.
C. Refleksi
Dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar diperoleh informasi dari hasil pengamatan sebagai berikut :
1.      Aktivitas siswa dalam kegiatan belajar mulai nampak terlihat ada peningkatan dibandaingkan dengan kegiatan belajar mengajar sebelumnya.
2.      Beberapa siswa cepat dalam mempelajari materi yang disampaikan sehingga hasil evaluasi belajar yang dilakukan siswa tiak mengalami kesulitan.
3.      Sebagian siswa sudah ada keberanian dalam menyampaikan pendapat.
4.      Kegiatan diskusi sudah terkesan hidup dan berjalan, tetapi masih didominasi oleh siswa yang pandai.



D. Revisi
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar pada siklus II masih terdapat kekurangan-kekurangan. Maka perlu adanya revisi untuk dilaksanakan pada siklus II antara lain :
1.      Siswa kurang termotivasi selama kegiatan belajar mengajar.
2.      Masih ada sebagian siswa yang merasa takut untuk menyampaikan pendapatnya.
3.      Siswa belum dapat merumuskan kesimpulan atau menemukan konsep dengan tepat dan benar.
4.      Terhambatnya waktu kegiatan pembelajaran dalam mengambilan kesimpulan atau menemukan konsep.
Selanjutnya untuk membuktikan keefektifan pendekatan pembelajaran Kooperatif Number Head Together (NHT) dalam kegiatan belajar mengajar dalam upaya peningkatan prestasi belajar, akan dijabarkan lebih lanjut pada kegiatan siklus III.
Adapun paparan penjabaran hasil dari kegiatan pada siklus III ini adalah sebagai berikut :
3.      Siklus III (Lampiran 3)
A.     Tahap perencanaan
Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran III, soal tes formatif III, dan alat-alat pengajaran yang mendukung.
B.     Tahap kegiatan dan pelaksanaan
Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran dengan memperhatikan revisi siklus II, sehingga kesalahan atau kekurangan pada siklus II tidak terulang lagi pada siklus III. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar.
Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif III dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Adapun data hasil penelitian pada siklus III adalah sebagai berikut :
Distribusi Aktivitas Minat Belajar Siswa
Dalam Kegiatan Siklus III

Responden
frekwensi
Aktivitas
Keterangan
Aktif
Kurang Aktif
Siswa
30
29
1
Peneliti melakukan evaluasi III

Dari data tersebut menunjukkan bahwa keaktifan siswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar sudah melakukan pendekatan pembelajaran kooperatif Numbered Head Together. Dari 30 responden, ada 29 siswa yang mendapatkan hasil evaluasi aktif, dengan persentase keaktifan 96,67% dan 1 siswa mendapat frekuensi belajar kurang aktif dengan persentase 3,33%. Dari hasil persentase tersebut menunjukkan bahwa aktivitas siswa dalam kegiatan belajar mengajar berjalan sebagai mana yang diharapkan.
Distribusi Hasil belajar Siswa
Dalam Kegiatan Siklus iII

No
Interval Nilai
Frek
%
Kategori Prestasi Belajar
Keterangan
1
80 – 100
20
66,67%
Baik
- Nilai rata-rata 2115 / 30 = 80%
- 30 siswa Tuntas
2
60 – 79
10
33,33%
Sedang
3
59 ke bawah
0
0%
Kurang

Hasil belajar siswa yang memperoleh hasil evaluasi belajar baik ada 20 siswa dengan persentase 66,67%, yang tergolong sedang ada 10 siswa dengan persentase 33,33%. Distribusi rata-rata prestasi hasil belajar pada siklus II adalah 80.
Berdasarkan observasi dan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti didapatkan temuan sebagai berikut : (1) terlihat ada peningkatan yang dignifikan terhadap aktivitas dan prestasi siswa dalam mengikuti kgiatan belajar mengajar, (2) sebagian besar siswa lebih cepat memahami dan mempelajari materi yang disampaikan oleh guru, (3) sebagian besar siswa ada keberanian dalam menyampaikan pendapat, (4) kegiatan diskusi sudah hidup dan berjalan lancar, dan tidak lagi didominasi oleh siswa yang pandai, sehingga aktivitas siswa dalam belajar mempermudah pencapaian tujuan yang direncanakan dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini menunjukkan bahwa strategi pembelajaran kooperatif model Numbered Head Together sangat efektif dalam meningkatkan minat belajar siswa.
C. Refleksi
Pada tahap ini dikaji apa yang telah terlaksana dengan maupun yang masih kurang baik dalam proses belajar mengajar dengan penerapan pembelajaran kooperatif model Numbered Head Together. Dari data-data yang telah diperoleh dapat diuraikan sebagai berikut :
1.      Kekurangan pada siklus-siklus sebelumnya sudah mengalami perbaikan dan peningkatan sehingga menjadi lebih baik.
2.      Hasil belajar siswa pada siklus III mencapai ketuntasan.
3.      Masih ada satu siswa yang keaktifannya masih kurang, hal ini menganggu aktivitas siswa lainnya.
4.      Selama proses belajar mengajar semua aspek telah terlaksana semua dengan baik. Meskipun masih ada beberapa aspek yang belum sempurna, tetapi persentase pelaksanaannya untuk masing-masing aspek cukup besar.
D. Revisi
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar pada siklus III telah diterapkan pembelajaran kooperatif Numbered Head Together dengan baik dan terlihat aktivitas siswa serta hasil belajar siswa dalam proses belajar mengajar sudah berjalan dengan baik. Maka tidak diperlukan revisi terlalu banyak, tetapi yang perlu diperhatkan untuk tindak lanjutnya adalah memaksimalkan dan mempertahankan apa yang telah ada dengan tujuan agar pada pelaksanaan proses belajar mengajar selanjutnya penerapan pembelajaran kooperatif Numbered Head Together dapat meningkatkan proses belajar mengajar sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. 

7.      Pembahasan
-         Ketuntasan Hasil Belajar Siswa
Melalaui hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif model Numbered Hea Together memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari semakin mantapnya pemahaman dan penguasaan siswa terhadap materi yang telah disampaikan guru selama ini (ketuntasan belajar meningkat dari siklus I, II, dan III) yaitu masing-masing 66,67%, 70% dan 100%.
Sedangkan hasil prestasi belajar dari siklus I sampai dengan siklus III ada peningkatan yaitu masing-masing adalah siklus I = 60,5, siklus II = 70,5, dan siklus III = 80. pada siklus III ketuntasan dan prestasi hasil belajar siswa secara klasikal telah tercapai.
-         Kemampuan Belajar Siswa
Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses pembelajaran kooperatif model Numbered Head Together dalam setiap siklus mengalami peningkatan. Hal ini berdampak positif terhadap peningkatan prestasi belajar siswa dan penguasaan materi pelajaran yang telah diterima selam ini, yaitu dapat ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata siswa pada setiap siklus yang terus mengalami peningkatan.
-         Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran
Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses pembelajaran IPS dengan pembelajaran kooperatif model Numbered Head Together yang paling dominant adalah, mendengarkan atau memperhatikan penjelasan guru dan diskusi antar siswa atau antara siswa dengan guru. Jadi dapat dikatakan bahwa aktivitas siswa dapat dikategorikan aktif.

8.      Kesimpulan
Dari hasil kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan selama tiga siklus, dan berdasarkan seluruh pembahasan serta analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.      Pembelajaran kooperatif model Numbered Head Together memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa yang ditandai dengan peningkatan ketuntasan belajar siswa dalam setiap siklus, yaitu 66,67%, 70%, dan 100%. Prestasi hasil belajar juga mengalami peningkatan yaitu                        siklus I = 60,5, siklus II = 70,5, dan siklus III = 80.
2.      Penerapan pembelajaran kooperatif model Numbered Head Together mempunyai pengaruh positif, yaitu dapat meningkatkan motivasi belajar siswa dalam belajar IPS, hal ini ditunjukkan dengan antusias siswa yang menyatakan bahwa siswa tertarik dan berminat dengan pembelajaran kooperatif model Numbered Head Together sehingga mereka menjadi termotivasi untuk belajar.
3.      Pembelajaran kooperatif model Numbered Head Together memiliki dampak positif terhadap kerjasama antar siswa, hal ini ditunjukkan adanya tanggung jawab dalam kelompok dimana siswa yang lebih mampu mengajari temannya yang kurang mampu.

Daftar Referensi :
Ali, Muhammad. 1996. Guru dalam Proses Belajar mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Arikunto, Suharsimi. 1989. Pedoman Program Pendidikan. Proyek Pengembangan LPTK Depdikbud. Dirjen Dikti.
________________. 1993. Manajemen Mengajar Secara Manusiawi. Jakarta: Rineksa Cipta.
________________. 1999. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineksa Cipta.
________________. 2001. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Combs. Arthur. W. 1984. The Profesional Education of Teachers. Allin and Bacon, Inc. Boston.
Dayan, Anto. 1972. Pengantar Metode Statistik Deskriptif. Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerangan Ekonomi.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineksa Cipta.
___________________. 2002. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineksa Cipta.
Foster, Bob. 1999. Seribu Pena SLTP Kelas I. Jakarta: Erlangga.
Hadi, Sutrisno. 1981. Metodologi Research. Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Hamalik, Oemar. 1992. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru.
_____________. 1999. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Hasibuan, JJ. Dan Moerdjiono. 1998. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Margono. 1997. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineksa Cipta.
Mukhlis, Abdul. (Ed). 2000. Penelitian Tindakan Kelas. Makalah Panitian Pelatihan Penulisan Karya Ilmiah untu, Guru-guru Se-Kabupaten Tuban.
Mursell, James. ( - ). Succesfull Teaching. (terjemahan). Bandung: Jemmars.
Ngalim, Purwanto, M. 1990. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Nur, Moh. 2001. Pemotivasian Siswa untuk Belajar. Surabaya. University Press. Universitas Negeri Surabaya.
Poerwodarminto. 1991. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Bina Ilmu.
Rustiyah, NK. 1991. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Bina Aksara.
Sardiman, AM. 1996. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Bina Aksara.
Slamet. 1988. Evaluasi Pendidikan. Bina Aksara.
Soekamto, Toeti. 1997. Teori Belajar dan Model Pembelajaran. Jakarta:PAU-PPAI, Universitas Terbuka.
Suryabrata, Sumadi. 1990. Spikologi Pendidikan. Yogyakarta: Andi Offset.
Suryosubroto, B. 1997. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: PT. Rineksa Cipta.
Syah, Muhibbin. 1995. Spikologi Pendidikan, suatu Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Usman, Moh. Uzer. 2001. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Wetherington. HC. And WH. Walt. Burton. 1986. Teknik-teknik Belajar dan Mengajar. (Terjemahan) Bandung: Jemmars.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar