Lembaga Pendidikan
Swasta (Baca : Sekolah Swasta), artinya Lembaga Pendidikan
yang sebagian besar sumber pendanaan kegiatan operasionalnya
berasal dari lembaga swasta, biasanya penyandang dana ini berpayung
hukum, dapat berbentuk sebuah Yayasan, atau sebuah lembaga swadaya
masyarakat (LSM), atau organisasi / badan keuangan tertentu dari luar negri.
Tujuan pendirian sebuah Lembaga Pendidikan
/ Sekolah Swasta dapat bermacam-macam, tergantung siapa atau organisasi apa
yang menaunginya. Namun secara umum biasanya bertujuan sbb :
1.
Turut berperan dalam upaya
mencerdaskan kehidupan bangsa ( umum sekali ya.. ?)
2.
Menyediakan wadah untuk menampung
para siswa yang karena sesuatu sebab, tidak diterima di Sekolah Negri
3.
Menyediakan wadah bagi para tenaga pendidik
yang tidak dapat mengajar di sekolah negri karena berbagai sebab (Usia,
kesempatan/waktu, dan lain-lain sebab, termasuk koneksi dan nasib…???)
4.
Mencari legitimasi sebuah
“lembaga bisnis” yang disamarkan ( sebagian kecil saja yang begutu…)
Namun, apapun tujuan dan motif pendirian
sebuah sekolah swasta, kita harus juga objektif menilai sisi baiknya.
Bayangkan, di seluruh Indonesia
ini, berapa ratus ribu siswa sih, yang dapat ditampung di Sekolah Negeri
setiap tahunnya ? Nah, sisanya mau dikemanakan kalau tidak ada sekolah
swasta ? sementara harus kita sadari bahwa ada rasa minder bagi seorang siswa
yang karena sesuatu sebab sehingga tidak masuk ke sekolah negri, untuk menunggu
tahun depan test lagi. Pilihannya adalah sekolah negri yang lain
(kelas dibawah sekolah tujuan asal ; biasanya karena kurang favorit atau karena
faktor jarak yang jauh agak ke pelosok), atau megambil pilihan lain yaitu masuk
sekolah tahun ini juga tetapi di sekolah swasta.
Kalau kita mau jujur, tidak semua sekolah
swasta itu “kelas dua”, banyak contoh sekolah swasta justru memiliki keunggulan
komparatif dengan sekolah negri favorit. Tentu yang demikian itu
adalah sekolah swasta yang memiliki faktor-faktor pendukung diantaranya sbb :
1.
Letaknya yang di
tengah kota atau posisi strategis
2.
Sumber pendanaanya sangat kuat dan stabil
3.
Sistem Manajemen nya baku dan transparan
4.
Didukung oleh kekuatan-kekuatan external
yang mapan.
5.
Biaya pendidikan (sebut : SPP) dan
sumbangan dana dari wali murid lainnya yang tidak murah tapi masih terjangkau.
Jenis sekolah seperti
ini akan sangat selektif dalam menerima Guru dan tenaga kependidikan lainnya
serta menerima peserta didik. Alhasil, yang masuk kesitu adalah para personil
pilihan yang hampir pasti memiliki beberapa “keunggulan”, diantaranya
keunggulan kecerdasan, keunggulan finansial, tau bahkan keunggulan koneksi. Sisi
baik dari manajemen sekolah swasta seperti ini adalah kesadaran bahwa
peserta didik (wali muridnya) memiliki posisi yang cukup kuat dalam memberikan
andil terhadap pembiayaan pendidikan, maka mereka adalah asset yang wajib
dipelihara dan tingkatkan. Kesadaran seperti ini biasanya akan menumbuhkan
kemampuan bersaing dan peningkatan mutu yang baik.
Sampel sekolah seperti
ini terkadang menimbulkan penajaman kemampuan berhitung bagi beberapa saudara
kita yang lain, yang melihat betapa besarnya animo orang untuk menyekolahkan
putra-putrinya disini, dan kalau dikali-kalikan, betapa besarnya angka-angka
rupiah yang berputar didalamnya. Maka bermunculanlah beberapa yayasan
baru yang menaungi lembaga pendidikan swasta. Beberapa diantaranya tumbuh
besar dengan cepat dan konsisten pada tujuan mulianya. Sayangnya segelintir
lagi menjadikan sekolah swasta ini sebagai ladang bisnis.
Penyandang dana
(yayasan) yang baik biasanya menerapkan manajemen yang baik, transparan. Mentalitas
pengurusnya menjadi penentu maju tidaknya yayasan. Tapi kalau sudah mulai
bermain dengan jumlah dana besar, banyak yang kadangkala menjadi tergoda,
bermain-main dengan angka dan laporan rekayasa, yang dinikmati oleh beberapa
orang di lingkarannya saja. Sangat disayangkan, orang seperti ini tidak
menyadari berapa banyak anak bangsa dan orang tuanya yang dirugikan.
Sebaiknya dalam memilih pengurus
yayasan, perlu ditentukan kriteria dasar yang harus dipenuhi, diantaranya :
- Mampu secara skill-managerial
- Sudah mapan ekonominya, sehingga dapat fokus
mengurus pekerjaannya
- Pergaulannya luas, memiliki link dengan
petinggi daerah dan pusat atau organisasi lain yang dapat membantu, plus kemampuan
lobby yang bagus.
- Memahami dan memiliki atensi yang cukup baik
terhadap masalah pendidikan
- Konsisten dalam sikap dan perbuatan,
bertanggung jawab, bebas dari KKN
Reformasi
Pengelolaan Sekolah Swasta mencakup 3 aspek, yaitu :
1. Pendekatan
Tantangan
penyelenggaraan sekolah swasta masa kini adalah bagaimana setiap pengelolaan
dapat menjawab manajemen sekolah swasta dengan mutu layanan yang efektif dan
efisien. Dalam hal ini ada dua pendekatan yang perlu diterapkan, yaitu : manajemen mutu dan manajemen
berorientasi pada klien.
2.
Pengelolaan Sekolah Swasta
Secara Efektif
Pengelolaan sekolah secara efektif
dengan menggunakan asumsi dasar keberhasilan sekolah yang efektif.
Beberapa ciri pengelolaan sekolah
efektif antara lain;
(a) adanya standar harapan yang tinggi
(high expectation),
(b) menciptakan keamanan dan
keteraturan lingkungan (safe and orderly environment),
(c) perumusan tujuan yang jelas, (d) kepemimpinan yang kuat (Strong
Leadership),
(e) monitoring kemajuan siswa, (f) pengembangan staf.
3. Pengelolaan Administrasi Secara Tertib.
Dengan
pengadministrasian yang baik dan tertib berarti pengelola sekolah swasta selalu
siap melakukan akuntabilitas (pertanggung jawaban) penyelenggaraan melalui
akuntabilitas akan terlihat secara administratif antara lain adanya manajemen
keuangan yang sehat, sarana prasarana pendidikan yang memadai, dan proses
belajar yang baik. Tuntutan
akuntabilitas penyelenggaraan diperlukan untuk laporan kepada pemerintah,
masyarakat dan orang tua serta yayasan.
Lalu, bagaimana nasibnya dengan sekolah
swasta yang payung hukumnya adalah sebuah yayasan yang sumber pendanaannya
minim ? Ini juga menjadi masalah serius. Bagaimana sekolah mau memajukan
mutu pendidikan bagi peserta didik dan mensejahterakan para gurunya kalau
sumber daya yang tersedia tidak mencukupi. Akhirnya yang terjadi adalah,
“sekedar menggugurkan kewajiban” alias proses belajar-mengajar berjalan apa
adanya. Terkadang, disiplin memang sangat erat
kaitannya dengan keuangan . Ya, kan ..?? Bagaimana mau menegakkan disiplin
gurunya kalau honornya hanya cukup untuk beli BBM saja. Sudah honornya kecil,
kadang telat gajiannya pula. Bagaimana mau mendisiplinkan siswa kalau gurunya
masuk tidak tepat waktu. Bagaimana siswa akan bayar SPP tepat waktu kalau yang
mereka dapatkan juga tidak tepat takarannya. Ini menjadi lingkaran setan yang
tak ketemu ujung-pangkalnya. Nampaknya, Slogan lama ; Guru = Pahlawan Tanpa
Tanda Jasa, Mendidik tanpa Pamrih, dan bla..bla..bla.. rasanya tidak tepat lagi
dipakai saat ini. Pasti tak akan cukup perhatian dan waktu yang dicurahkan
untuk peserta didik kalau masih harus berfikir ekstra lagi untuk urusan
kantong. Kasihan mereka ini. Sementara disisi lain mereka menyaksikan
guru-guru lain di sekolah negri keadaannyan sangat berbeda; gaji besar,
tunjangan profesi/sertifikasi, les ini dan itu, dan lainnya. Ringkasnya,
ada dana, bisa ada mutu, asalkan pengelolaannya baik dan bersih.
Lalu, bagaimana kalau
yayasan yang ada sudah tak mampu lagi mendanai sekolah swasta yang dinaunginya,
….kata orang bijak, ada baiknya kita perlu mengakui ketidak mampuan kita dengan
jujur, lalu meminta bantuan kepada pihak lain yang mampu, misalnya menyerahkan
pengelolaan sekolah dan asetnya kepada Pemda setempat. Kalau memang sekolah itu
sudah lama berdiri dan menelorkan banyak lulusan yang cukup berprestasi,
yakinlah bahwa Pemda tidak akan tinggal diam melihat salah satu Aset sekolah di
daerahnya akan bubar. Mari kita renungkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar