Minggu, 05 Oktober 2025

Pengimbasan Koding dan Kecerdasan Artifisial (KA) untuk jenjang SMP

 Koding dan Kecerdasan Artifisial (KA) untuk jenjang SMP.

 

1. Mata Pelajaran Koding dan Kecerdasan Artifisial (KKA) pada Kurikulum Nasional

Mata pelajaran Koding dan Kecerdasan Artifisial (KKA) diintegrasikan ke dalam kurikulum untuk membekali peserta didik dengan keterampilan abad ke-21 yang esensial di era digital.

Tujuan Utama:

  • Membentuk keterampilan berpikir komputasional untuk menyelesaikan masalah secara logis, sistematis, dan kreatif.
  • Menciptakan warga digital yang literat, produktif, dan bertanggung jawab.
  • Memberikan keterampilan dalam mengelola dan memanfaatkan data.
  • Mengajarkan cara berkarya melalui koding dan pemanfaatan KA.

Karakteristik Pembelajaran:

  • Kontekstual: Sesuai dengan situasi kehidupan sehari-hari.
  • Fleksibel: Dapat dilaksanakan secara plugged (dengan perangkat) maupun unplugged (tanpa perangkat).
  • Berpusat pada Manusia: Menekankan etika dan menempatkan manusia sebagai fokus utama dalam pengembangan KA.

Posisi dalam Kurikulum:

Mapel KKA adalah mata pelajaran pilihan dari kelas 5 hingga 12, melengkapi mata pelajaran wajib Informatika di jenjang SMP dan SMA1. Pembelajarannya diarahkan untuk membangun keterampilan praktis yang lebih mendalam dibandingkan Informatika.


2. Literasi Algoritma dan Konten Digital

Bagian ini berfokus pada dua pilar utama: pengelolaan data menggunakan berpikir komputasional dan produksi konten digital.

Berpikir Komputasional dalam Pengelolaan Data:

Ini adalah pendekatan logis dan sistematis untuk memecahkan masalah yang terdiri dari empat pilar utama:

  1. Dekomposisi: Memecah masalah kompleks menjadi bagian-bagian yang lebih kecil dan mudah dikelola. Contohnya, saat menghitung waktu tempuh, masalah dipecah menjadi identifikasi jarak, waktu, jenis jalan, dan kondisi lalu lintas.
  2. Pengenalan Pola: Mengidentifikasi tren atau kesamaan dalam data untuk memberikan informasi berharga. Ini mencakup pembersihan data dari kesalahan seperti duplikasi atau nilai yang hilang.
  3. Abstraksi: Fokus pada informasi yang penting dan mengabaikan detail yang tidak relevan. Contohnya, menghitung kecepatan rata-rata berdasarkan kategori jalan tanpa memperhatikan setiap detail kecil perjalanan.
  4. Algoritma: Mengembangkan langkah-langkah terstruktur untuk menyelesaikan masalah. Contohnya, menyusun instruksi untuk menghitung total waktu tempuh dengan rumus dasar dan menambahkan faktor eksternal seperti kemacetan.

Produksi dan Diseminasi Konten Digital:

  • Produksi Konten: Melibatkan pembuatan berbagai jenis konten (teks, gambar, video) dengan memperhatikan strategi pesan, audiens, dan prinsip desain grafis seperti kesatuan, keseimbangan, dan kontras.
  • Diseminasi Konten: Proses penyebaran konten melalui berbagai platform digital seperti media sosial, blog, dan platform video (YouTube, TikTok) untuk menjangkau audiens yang lebih luas.

3. Etika dan Risiko Kecerdasan Artifisial

Modul ini membahas secara spesifik

KA Generatif, yaitu model deep learning yang mampu menghasilkan konten baru seperti teks, gambar, atau suara.

Prinsip Kerja:

KA Generatif bekerja berdasarkan model yang dilatih menggunakan data dalam jumlah besar (dataset). Kualitas model sangat bergantung pada kualitas data latihnya. Jika data tidak akurat atau bias, hasilnya juga akan buruk.

Etika dan Risiko:

  • Penyalahgunaan dan Hoaks: Kemampuan KA Generatif untuk menciptakan konten realistis membuka risiko penyebaran informasi palsu atau hoaks.
  • Bias Data: Jika data pelatihan mengandung bias (misalnya, bias gender atau ras), maka hasil yang dikeluarkan oleh KA juga akan bias, menghasilkan keputusan yang tidak adil.
  • Hak Cipta: Muncul tantangan mengenai kepemilikan karya yang dihasilkan oleh KA, karena sebagian besar aturan hak cipta hanya berlaku untuk karya buatan manusia.
  • Deepfake: Ini adalah teknik manipulasi video atau audio menggunakan KA untuk menciptakan konten palsu yang sangat meyakinkan. Penting untuk dapat mengenali ciri-ciri deepfake, seperti kejanggalan pada ekspresi wajah, kedipan mata, atau gerakan bibir.

4. Komunikasi Melalui Tools Kecerdasan Artifisial

Modul ini menjelaskan bagaimana manusia berinteraksi dengan sistem KA melalui berbagai perangkat.

Jenis Perangkat KA untuk Komunikasi:

  • Chatbot: Program yang menjawab pertanyaan pengguna secara otomatis (contoh: ChatGPT, DeepSeek).
  • Asisten Virtual: Membantu pencarian informasi dan pengelolaan jadwal (contoh: Google Assistant, Siri).
  • Penerjemah Otomatis: Memfasilitasi komunikasi antarbahasa (contoh: Google Translate).

Cara Kerja Sistem KA:

Sistem KA bekerja melalui tiga tahap dasar:

  1. Input: Menerima data dari pengguna (teks, suara, gambar).
  2. Proses: Menganalisis data menggunakan algoritma.
  3. Output: Memberikan respons atau hasil yang sesuai.

Klasifikasi dalam KA:

Klasifikasi adalah proses mengelompokkan data ke dalam kategori tertentu. Salah satu metodenya adalah

Supervised Machine Learning, di mana model dilatih menggunakan data yang sudah diberi label (contoh: gambar buah diberi label "apel" atau "jeruk") untuk dapat mengenali dan mengklasifikasikan data baru.


5. Prinsip Pedagogik dalam Pembelajaran KKA

Untuk mengajarkan Koding dan KA secara efektif, guru perlu menerapkan prinsip-prinsip pedagogik modern.

  • Pembelajaran Berbasis HOTS (High Order Thinking Skills): Fokus pada keterampilan berpikir tingkat tinggi seperti menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta, bukan sekadar mengingat atau memahami. Tujuannya adalah agar siswa mampu mentransfer pengetahuan ke situasi baru (

transfer of knowledge), memecahkan masalah (problem solving), serta berpikir kritis dan kreatif.

  • Kerangka TPACK (Technological Pedagogical Content Knowledge): Sebuah model yang mengintegrasikan tiga komponen utama pengetahuan guru: Teknologi (TK), Pedagogi (PK), dan Konten (CK). Guru yang efektif mampu memadukan ketiganya untuk menciptakan pengalaman belajar yang relevan dan memanfaatkan teknologi secara optimal.
  • Pendekatan Pembelajaran Mendalam (Deep Learning): Sebuah pendekatan yang menekankan pemahaman konsep yang bermakna, bukan hafalan. Ini dicapai melalui tiga elemen:
    1. Meaningful Learning: Peserta didik merasa materi relevan dengan kehidupannya.
    2. Mindful Learning: Peserta didik sadar dan terlibat aktif dalam proses belajarnya (metakognisi).
    3. Joyful Learning: Menciptakan pengalaman belajar yang positif dan menyenangkan.